IMPLEMENTASI IMAN DAN TAQWA DALAM
KEHIDUPAN MODERN
Oleh :
KHOIROTUN NISSAK
DESI ZULFA EKA CAHAYATI
MIMID IZA EL AFIDAH
Dosen Pengampu :
Khoiro Muhbubah, M.Pd
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN
LAMONGAN
2018
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmad
dan hidayahnya kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah
dengan judul ”Implementasi Iman dan Taqwa dalam Kehidupan Modern”disusun dengan
maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam serta memberikan
pengetahuan baru bagi penulis dan pembaca mengenai agama islam sekarang.
Kami
menyadari bahwa makalah ini kami susun masih jauh dari sempurna oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dengan tujuan
agar makalah ini selanjutnya akan lebih baik. Semoga bermanfaat.
Lamongan, 27 september 2018
BAB I
1.
Latar Belakang....................................................................................... …………….4
2. Rumusan
Masalah....................................................................................................... 5
3. Tujuan......................................................................................................................... 5
BAB II................................................................................................................................
PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman........................................................................................................... 6
B. Pengertian
Taqwa..................................................................................................... 10
C. Implementasi Iman Dan Takwa................................................................................ 10
D. Problematika,
Tantangan dan Resiko Dalam kehidupan Modern............................ 12
E. Peran
Iman dan Takwa dalam Menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan Modern 16
BAB
III...............................................................................................................................
PENUTUP
1. Kesimpulan.............................................................................................................. 19
2. Daftar
Pustaka......................................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Kita diciptakan di dunia ini untuk satu hikmah yang
agung dan bukan hanya untuk bersenang-senang dan bermain-main. Tujuan dan himah
penciptaan ini telah dijelaskan dalam firman Allah:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّ
لِيَعْبُدُونِ مَآأُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَآ أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ
إِنَّ اللهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka
dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah
Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (QS. 51:56-58)
Allah telah menjelaskan dalam ayat-ayat ini bahwa
tujuan asasi dari penciptaan manusia adalah ibadah kepadaNya saja tanpa berbuat
syirik. Sehingga Allah pun menjelaskan salahnya dugaan dan keyakinan sekelompok
manusia yang belum mengetahui hikmah tersebut dengan menyakini mereka
diciptakan tanpa satu tujuan tertentu dalam firmanNya :
أَفَحَسِبْتُمْ
أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لاَ تُرْجَعُونَ
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada Kami. (QS. 23:115)
Ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa manusia tidak
diciptakan secara main-main saja, namun diciptakan untuk satu hikmah. Allah tidak menjadikan manusia hanya
untuk makan, minum dan bersenang-senang dengan perhiasan dunia, serta tidak
dimintai pertanggung jawaban atas semua prilakunya di dunia ini. Tentu saja
jawabannya adalah kita semua diciptakan untuk satu himah dan tujuan yang agung
dan dibebani perintah dan larangan, kewajiban dan pengharaman, untuk kemudian
dibalas dengan pahala atas kebaikan dan disiksa atas keburukan (yang dia
amalkan) serta (mendapatkan) syurga atau neraka.
Demikianlah seorang manusia yang ingin sukses harus
dapat bersikap profesional dan proforsonal dalam mencapai tujuan tersebut,
sebab sesungguhnya tujuan akhir seorang manusia adalah mewujudkan peribadatan
kepada Allah dengan iman dan taqwa. Oleh karena itu orang yang paling sukses
dan paling mulia disisi Allah adalah yang paling taqwa, sebagaimana dijelaskan
dalam firman Allah:
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. 49:13)
Namun untuk mencapai kemulian tersebut membutuhkan dua
hal :
a). I’tishom bihablillah. Hal ini dengan
komitmen terhadap syariat Allah dan berusaha merealisasikannya dalam semua sisi
kehidupan kita. Sehingga dengan ini kita selamat dari kesesatan. Namun hal
inipun tidak cukup tanpa perkara yang berikutnya, yaitu;
b). I’tishom billah. Hal ini diwujudkan
dalam tawakal dan berserah diri serta memohon pertolongan kepada Allah dari
seluruh rintangan dan halangan mewujudkan yang pertama tersebut. Sehingga
dengannya kita selamat dari rintangan mengamalkannya.
Sebab seorang bila ingin mencapai satu tujuan
tertentu, pasti membutuhkan dua hal, pertama, pengetahuan tentang tujuan
tersebut dan bagaimana cara mencapainya dan kedua, selamat dari rintangan yang
menghalangi terwujudnya tujuan tersebut.
Imam Ibnu Al Qayyim menyatakan: Poros kebahagian duniawi
dan ukhrowi ada pada I’tishom billahi dan I’tishom bihablillah dan tidak ada
kesuksesan kecuali bagi orang yang komitmen dengan dua hal ini. Sedangkan
I’tishom bi hablillah melindungi seseorang dari kesesatan dan I’tishom billahi
melindungi seseorang dari kehancuran. Sebab orang yang berjalan mencapai
(keridhoan) Allah seperti seorang yang berjalan diatas satu jalanan menuju
tujuannya. Ia pasti membutuhkan petunjuk jalan dan selamat dalam perjalanan,
sehingga tidak mencapai tujuan tersebut kecuali setelah memiliki dua hal ini.
Dalil (petunjuk) menjadi penjamin perlindungan dari
kesesatan dan menunjukinya kejalan (yang benar) dan persiapan, kekuatan dan
senjata menjadi alat keselamatan dari para perampok dan halangan perjalanan.
I’tishom bi hablillah memberikan hidayah petunjuk dan mengikuti dalil sedang
I’tishom billah memberikan kesiapan, kekuatan dan senjata yang menjadi penyebab
keselamatannya di perjalanan.
Oleh karena itu hendaknya kita menekuni bidang kita
masing-masing sehingga menjadi ahlinya tanpa meninggalkan upaya mengenal,
mengetahui dan mengamalkan ajaran islam yang merupakan satu kewajiban pokok
setiap muslim. Agar dapat mencapai tujuan penciptaan tersebut dengan menjadikan
keahlian dan kemampuan kita sebagai sarana ibadah dan peningkatan iman dan
takwa kita semua.
Tentu saja hal ini menuntut kita untuk dapat mengambil
faedah dan pengetahuan tantang syariat sebagai wujud syukur kita atas nikmat
yang Allah anugerahkan. Semua itu agar mereka mengakui bahwa mereka adalah
makhluk yang tunduk dan diatur dan mereka memiliki Rabb yang maha pencipta dan
maha mengatur mereka.
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang dikemukakan dalam latar belakang
maka penulis menarik suatu rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa
masalah-masalah manusia dalam kehidupan modern berdasarkan pandangan Islam ?
2.
Bagaimanakah peran iman dan takwa dalam menjawab
masalah dan tantangan kehidupan modern ?
3.
Tujuan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah untuk
mempelajari dan mengetahui apa yang menjadi dasar dari pengimplementasian iman
dan takwa dalam kehidupan modern dan era globalisasi sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman
Iman menurut bahasa adalah percaya atau yakin, keimanan berarti
kepercayaan atau keyakinan. Dengan demikian, rukun iman adalah dasar, inti,
atau pokok – pokok kepercayaan yang harus diyakini oleh setiap pemeluk agama
Islam.
Kata iman juga berasal dari kata kerja amina-yu’manu –
amanan yang berarti percaya. Oleh karena itu iman berarti percaya menunjuk
sikap batin yang terletak dalam hati.
Dalam Al-Baqarah: 165
وَمِنَ النَّاسِ مَن
يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا
إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ
شَدِيدُ الْعَذَابِ
Terjemahan : Dan diantara
manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang
berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat),
bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat
siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
Dikatakan
bahwa orang yang beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban lillah). Oleh karena itu,
beriman kepada Allah berarti sangat rindu terhadap ajaran Allah. Oleh karena iu
beriman kepada Allah berarti amat sangat terhadap ajaran Allah yaitu Al-Quran
dan sunnah rasul.
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan
dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan
amal perbuatan (al-Imaanu ‘aqdun bil
qalbi waiqraarun billisaani wa’amalun bil arkaan)
Istilah iman dalam al-qur’an selalu dirangkaikan
dengan kata lain yang memberikan corak dan warna tentanhg suatu yang diimani, seperti
dalam surat an Surat An-Nisa' Ayat 51
أَلَمْ تَرَ إِلَى
الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ
وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَٰؤُلَاءِ أَهْدَىٰ مِنَ
الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al
kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada
orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari
orang-orang yang beriman.
yang dikaitkan dengan jibti
(kebatinan/Idealisme) dan thaghut (realita/nasionalisme). Sedangkan dalam surat
Surat Al-'Ankabut Ayat 52
قُلْ كَفَىٰ بِاللَّهِ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ شَهِيدًا ۖ
يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۗ وَالَّذِينَ آمَنُوا بِالْبَاطِلِ
وَكَفَرُوا بِاللَّهِ أُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Katakanlah: "Cukuplah Allah
menjadi saksi antaraku dan antaramu. Dia mengetahui apa yang di langit dan di
bumi. Dan orang-orang yang percaya kepada yang batil dan ingkar kepada Allah,
mereka itulah orang-orang yang merugi.
dikaitkan dengan kata bathil, yaitu wallaziina aamanuu bil baathili. Bathil
berarti tidak benar menurut Allah.Sementara dalam Surat Al-Baqarah Ayat 4
وَالَّذِينَ
يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ
هُمْ يُوقِنُونَ
dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan
kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin
akan adanya (kehidupan) akhirat.
iman dirangkaikan dengan kata ajaran yang
diturunkan oleh Allah.
Dengan
demikian, kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata Allah atau ajaran nya,
dikatakan sebagai iman haq, sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya dinamakan
iman bathil.
Keimanan
adalah perbuatan yang bila diibaratkan pohon, mempunyai pokok dan cabang.
Bukankah sering kita baca atau dengar sabda Rasullah saw. Yang kita jadikan
kata-kata mutiara, misalnya malu adalah sebagian dari iman, kebersihan sebagian
dari iman, cinta bangsa dan Negara sebagian dari iman, bersikap ramah sebagian
dari iman, menyingkirkan duri atau yang lainnya yang dapat membuat orang
sengsara dan menderita, itu juga sebagian dari iman. Diantara cabang - cabang keimanan
yang paling pokok adalah keimanan kepada Allah SWT.
1.
Wujud Iman
Iman bukan
hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim
berbuat amal soleh. Seseorang dinyatakan beriman bukan hanya percaya terhadap
sesuatu, melainkan mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai
keyakinannya.
Akidah Islam
adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Seseorang dipandang muslim
atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia berakidah muslim maka
segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amal saleh. Apabila
tidak berakidah, maka segala perbuatannya dan amalnya tidak mengandung arti
apa-apa.
Oleh karena
itu, menjadi seorang muslim berarti meyakini dan menjalankan segala sesuatu
yang diajarkan dalam ajaran Islam.
2.
Proses Terbentuknya Iman
Benih iman
yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pembinaan yang bekesinambungan.
Pengaruh pedidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung sangat
berpengaruh terhadap iman seseorang.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman diawali dengan proses perkenalan.
Megenal ajaran Allah harus dilakukan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan
anak itu. Disamping pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan,
seorang anak harus dibiasakan dari kecil untuk mengenal dan melaksanakan ajaran
Allah, agar kelak dapat melaksanakan ajaran -ajaran Allah.
3.
Tanda-tanda
Orang Beriman
Al-qur’an menjelaskan tanda-tanda
orang yang beriman sebagai berikut:
1. Jika disebut nama
Allah, hatinya akan bergetar dan berusaha ilmu Allah tidak lepas dari syaraf
memorinyaSurat Al-Anfal Ayat 2
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ
قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ
رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang
bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah
mereka bertawakkal.
2. Senantiasa tawakal, yaitu
bekeja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah. Surat Ali 'Imran Ayat 120
إِنْ تَمْسَسْكُمْ
حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا ۖ وَإِنْ
تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا
يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi Jika
kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan
bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan
kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.
3.Tertib dalam melaksanakan shalat
dan selalu melaksanakn perintah-Nya Surat Al-Anfal Ayat 3
الَّذِينَ
يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian
dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.
4. Menafkahkan rizki yang diterima
dijalan Allah. Surat Al-Mu’minun Ayat 7
فَمَنِ
ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas.
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan
menjaga kehormatan. Surat Al-Mu’minun Ayat 5
وَالَّذِينَ هُمْ
لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ
dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
6 . Memelihara
amanah dan menepati janji. Surat Al-Mu’minun Ayat 6
إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ
غَيْرُ مَلُومِينَ
kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
7. Berjihad di jalan Allah dan Suka
menolong. Surat Al-Anfal
Ayat 74
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا
فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَٰئِكَ هُمُ
الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah,
dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada
orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman.
Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia
8. Tidak
meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin. Surat An-Nur Ayat 62
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِذَا كَانُوا مَعَهُ
عَلَىٰ أَمْرٍ جَامِعٍ لَمْ يَذْهَبُوا حَتَّىٰ يَسْتَأْذِنُوهُ ۚ إِنَّ الَّذِينَ
يَسْتَأْذِنُونَكَ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ
فَإِذَا اسْتَأْذَنُوكَ لِبَعْضِ شَأْنِهِمْ فَأْذَنْ لِمَنْ شِئْتَ مِنْهُمْ
وَاسْتَغْفِرْ لَهُمُ اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah
dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan
(Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta
izin kepadamu (Muhammad) mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah
dan rasul-Nya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu
keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan
mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
B. Pengertian Taqwa
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang
berarti takut, menjaga, memelihara dan melindungi.Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka taqwa dapat
diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran
agama Islam secara utuh dan konsisten ( istiqomah ).
Karakteristik
orang – orang yang bertaqwa, secara umum dapat dikelompokkan kedalam lima
kategori atau indicator ketaqwaan.
a)
Iman kepada
Allah, para malaikat, kitab – kitab dan para nabi. Dengan kata lain, instrument
ketaqwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan memelihara fitrah iman.
b)
Mengeluarkan
harta yang dikasihnya kepada kerabat, anak yatim, orang – orang miskin, orang –
orang yang terputus di perjalanan, orang – orang yang meminta – minta dana,
orang – orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban
memerdekakan hamba sahaya. Indikator taqwa yang kedua ini, dapat disingkat
dengan mencintai sesama umat manusia yang diwujudkan melalui kesanggupan
mengorbankan harta.
c)
Mendirikan
solat dan menunaikan zakat, atau dengan kata lain, memelihara ibadah formal.
d)
Menepati
janji, yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan diri.
e)
Sabar disaat
kepayahan, kesusahan dan diwaktu perang, atau dengan kata lain memiliki
semangat perjuangan.
C. Implementasi Iman Dan
Taqwa
1.
Pemantapan Iman dan Taqwa
Masa depan
ditentukan oleh umat yang memiliki kekuatan budaya yang dominan. Generasi pelopor penyumbang
dibidang pemikiran (aqliyah), dan pembaruan (inovator), perlu dibentuk di era
pembangunan.
Keunggulan
generasi pelopor akan di ukur ditengah masyarakat dengan pengetahuan dan
pemahaman (identifikasi)
permasalahan yang dihadapi umat, dengan equalisasi
mengarah kepada kaderisasi (patah
tumbuh hilang berganti). Keunggulan ini di iringi dengan kemampuan
penswadayaan kesempatan-kesempatan. Pentingnya menumbuhkan generasi pelopor
menjadi relevansi tuntutan agama dalam menatap kedepan.
Mantapnya
pemahaman agama dan adat budaya (tamaddun) dalam perilaku seharian jadi landasan dasar kaderisasi re-generasi. Usaha kearah pemantapan
metodologi pengembangan melalui program pendidikan dan pelatihan, pembinaan
keluarga, institusi serta lingkungan mesti sejalin dan sejalan dengan
pemantapan Akidah Agama pada generasi mendatang. Political action
berkenaan pengamalan ajaran Agama menjadi sumber kekuatan besar menopang proses
pembangunan melalui integrasi aktif,
dimana umat berperan sebagai subjek dalam pembangunan bangsa itu sendiri.
2. Melemahnya
Jati Diri
Kelemahan
mendasar ditengah perkembangan zaman adalah melemahnya jati diri, dan kurangnya komitmen kepada nilai luhur
agama yang menjadi anutan bangsa. Isolasi
diri karena tidak berkemampuan menguasai “bahasa dunia” (politik, ekonomi, sosial, budaya, iptek), berujung
dengan hilangnya percaya diri. Kurangnya
kemampuan dalam penguasaan teknologi dasar yang akan menopang
perekonomian bangsa, dipertajam oleh kurangnya minat menuntut ilmu, menjadikan
isolasi diri masyarakat bertambah tertutup. Kondisi ini akan menjauhkan peran
serta di era-kesejagatan (globalisasi),
dan akhirnya membuka peluang menjadi anak jajahan di negeri sendiri.
Sosialisasi
pembinaan jati diri bangsa mesti disejalankan dengan pengokohan lembaga
keluarga (extended family), dan
peran serta masyarakat pro aktif
menjaga kelestarian adat budaya (hidup beradat, di masyarakat Minangkabau adat bersendikan syarak, syarak bersendikan
Kitabullah). Setiap generasi yang di lahirkan dalam satu rumpun bangsa
wajar tumbuh menjadi kekuatan yang peduli dan pro-aktif menopang pembangunan
bangsa.
Melibatkan
generasi muda secara aktif menguatkan jalinan hubungan timbal balik antara masyarakat serumpun di desa dalam tata
kehidupan sehari-hari. Aktifitas ini mendorong lahirnya generasi penyumbang yang bertanggung jawab, di samping antisipasi
lahirnya generasi lemah.
3. Arus
Globalisasi
Menjelang
berakhirnya alaf kedua memasuki millenium ketiga, abad dua puluh satu ditemui lonjakan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pesat. Globalisasi
sebenarnya dapat diartikan sebagai suatu
tindakan atau proses menjadikan sesuatu mendunia (universal), baik dalam
lingkup maupun aplikasinya. Era
globalisasi adalah era perubahan cepat. Dunia akan transparan, terasa sempit
seakan tanpa batas.
Hubungan
komunikasi, informasi, transportasi menjadikan jarak satu sama lain menjadi
dekat, sebagai akibat dari revolusi industri, hasil dari pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Arus globalisasi juga menggeser pola hidup
masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri
dan perdagangan modern.
Arus
kesejagatan (globalisasi) secara dinamik
memerlukan penyesuaian kadar
agar arus kesejagatan tidak mencabut generasi dari akar budaya bangsanya.
Sebaliknya arus kesejagatan mesti di rancang bisa merobah apa yang tidak di
kehendaki.
Membiarkan diri terbawa arus
deras perubahan sejagat tanpa memperhitungkan jati diri akan
menyisakan malapetaka.
Globalisasi menyisakan banyak tantangan (sosial, budaya, ekonomi, politik,
tatanan, sistim, perebutan kesempatan menyangkut banyak aspek kehidupan
kemanusiaan.
Globalisasi juga menjanjikan
harapan dan kemajuan. Setiap
Muslim harus ‘arif dalam menangkap
setiap pergeseran dan tanda-tanda perubahan zaman. Kejelian dalam menangkap ruh zaman (zeitgeist) mampu men-
jaring peluang‑peluang yang ada, sehingga memiliki visi jauh ke depan. Diantara yang menjanjikan itu adalah
pertumbuhan ekonomi yang pesat. Pesatnya pertumbuhan ekonomi menjadi alat untuk
menciptakan kemakmuran masyarakat.
4. Paradigma Tauhid
Paradigma tauhid, laa ilaaha illa Allah, mencetak manusia menjadi ‘abid, hamba yang mengabdi kepada
Allah dalam arti luas, berkemampuan melaksanakan ajaran syar’iy mengikuti perintah Allah dan
sunnah Rasul Allah, untuk menjadi manusia mandiri (self help), sesuai dengan
eksistensi manusia itu di jadikan.
Manusia
pengabdi (‘abid) adalah manusia yang tumbuh dengan Akidah Islamiah yang kokoh. Akidah Islamiah merupakan sendi fundamental dari dinul Islam, dan titik dasar paling
awal untuk menjadikan seorang muslim.
Akidah
adalah keyakinan bulat tanpa ragu, tidak sumbing dengan kebimbangan, membentuk
manusia dengan watak patuh dan
ketaatan yang menjadi bukti penyerahan total kepada Allah. Akidah menuntun hati manusia kepada
pembenaran kekuasaan Allah secara absolut. Tuntunan Akidah membimbing
hati manusia merasakan nikmat rasa aman dan tentram dalam mencapai Nafsul Mutmainnah dengan segala sifat-sifat utama.
Apabila Akidah tauhid telah hilang, dapat dipastikan
akan lahir prilaku fatalistis
dengan hanya menyerah kepada nasib sambil bersikap apatis dan pesimis.
Sikap negatif ini adalah virus berbahaya bagi individu pelopor penggerak
pembangunan. Keyakinan tauhid secara hakiki menyimpan kekuatan besar berbentuk energi ruhaniah yang mampu mendorong
manusia untuk hidup inovatif.
D. Problematika,
Tantangan dan Resiko Dalam Kehidupan Modern
Problem-problem
manusia dalam kehidupan modern adalah munculnya dampak negatif (residu), mulai
dari berbagai penemuan teknologi yang berdampak terjadinya pencemaran
lingkungan, rusaknya habitat hewan maupun tumbuhan, munculnya beberapa
penyakit, sehingga belum lagi dalam peningkatan yang makro yaitu berlobangnya
lapisan ozon dan penasan global akibat akibat rumah kaca.
Aktualisasi
taqwa adalah bagian dari sikap bertaqwa seseorang. Karena begitu pentingnya
taqwa yang harus dimiliki oleh setiap mukmin dalam kehidupan dunia ini sehingga
beberapa syariat islam yang diantaranya puasa adalah sebagai wujud pembentukan
diri seorang muslim supaya menjadi orang yang bertaqwa, dan lebih sering lagi
setiap khatib pada hari jum’at atau shalat hari raya selalu menganjurkan jamaah
untuk selalu bertaqwa. Begitu seringnya sosialisasi taqwa dalam kehidupan
beragama membuktikan bahwa taqwa adalah hasil utama yang diharapkan dari tujuan
hidup manusia (ibadah).
Taqwa
adalah satu hal yang sangat penting dan harus dimiliki setiap muslim.
Signifikansi taqwa bagi umat islam
diantaranya adalah sebagai spesifikasi pembeda dengan umat lain bahkan
dengan jin dan hewan, karena taqwa
adalah refleksi iman seorang muslim. Seorang muslim yang beriman tidak ubahnya
seperti binatang, jin dan iblis jika tidak mangimplementasikan keimanannya
dengan sikap taqwa, karena binatang, jin dan iblis mereka semuanya dalam arti
sederhana beriman kepada Allah yang menciptakannya, karena arti iman itu
sendiri secara sederhana adalah “percaya”, maka taqwa adalah satu-satunya sikap
pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Seorang muslim yang beriman dan
sudah mengucapkan dua kalimat syahadat akan tetapi tidak merealisasikan
keimanannya dengan bertaqwa dalam arti menjalankan segala perintah Allah
dan menjauhi segala laranganNya, dan dia juga tidak mau terikat dengan segala
aturan agamanya dikarenakan kesibukannya atau asumsi pribadinya yang mengaggap
eksistensi syariat agama sebagai pembatasan berkehendak yang itu adalah hak
asasi manusia, kendatipun dia beragama akan tetapi agamanya itu hanya sebagai
identitas pelengkap dalam kehidupan sosialnya, maka orang semacam ini tidak
sama dengan binatang akan tetapi kedudukannya lebih rendah dari binatang,
karena manusia dibekali akal yang dengan akal tersebut manusia dapat melakukan
analisis hidup, sehingga pada akhirnya menjadikan taqwa sebagai wujud implementasi
dari keimanannya.
Taqwa
adalah sikap abstrak yang tertanam dalam hati setiap muslim, yang aplikasinya
berhubungan dengan syariat agama dan kehidupan sosial. Seorang muslim yang
bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhannya dan menjauhi
segala laranganNya dalam kehidupan ini. Yang menjadi permasalahan sekarang
adalah bahwa umat islam berada dalam kehidupan modern yang serba mudah, serba
bisa bahkan cenderung serba boleh. Setiap detik dalam kehidupan umat islam
selalu berhadapan dengan hal-hal yang dilarang agamanya akan tetapi sangat
menarik naluri kemanusiaanya, ditambah lagi kondisi religius yang kurang
mendukung. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan kondisi umat islam
terdahulu yang kental dalam kehidupan beragama dan situasi zaman pada waktu itu
yang cukup mendukung kualitas iman seseorang.
Adanya
kematian sebagai sesuatu yang pasti dan tidak dapat dikira-kirakan serta adanya
kehidupan setelah kematian menjadikan taqwa sebagai obyek vital yang harus
digapai dalam kehidupan manusia yang sangat singkat ini. Memulai untuk bertaqwa
adalah dengan mulai melakukan hal-hal yang terkecil seperti menjaga pandangan,
serta melatih diri untuk terbiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi
segala laranganNya, karena arti taqwa itu sendiri sebagaimana dikatakan
oleh Imam Jalaluddin Al-Mahally dalam tafsirnya bahwa arti taqwa adalah
“imtitsalu awamrillahi wajtinabinnawahih”, menjalankan segala perintah Allah
dan menjauhi segala laranganya.
Beberapa
problem yang sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:
Problem
dalam Hal Ekonomi
Semakin
lama manusia semakin menganggap bahwa dirinya merupakan homo economicus, yaitu
merupakan makhluk yang memenuhi kebutuhan hidupnya dan melupakan dirinya
sebagai homo religious yang erat dengan kaidah – kaidah moral. Ekonomi
kapitalisme materialisme yang menyatakan bahwa berkorban sekecil – kecilnya
dengan menghasilkan keuntungan yang sebesar – besarnya telah membuat manusia
menjadi makhluk konsumtif yang egois dan serakah.
Problem dalam Bidang Moral
Pada hakikatnya Globalisasi adalah
sama halnya dengan Westernisasi. Ini tidak lain hanyalah kata lain dari
penanaman nilai – nilai Barat yang menginginkan lepasnya ikatan – ikatan nilai
moralitas agama yang menyebabkan manusia Indonesia pada khususnya selalu
“berkiblat” kepada dunia Barat dan menjadikannya sebagai suatu symbol dan tolok
ukur suatu kemajuan.
Problem dalam Bidang Agama
Tantangan agama dalam kehidupan
modern ini lebih dihadapkan kepada faham Sekulerisme yang menyatakan bahwa
urusan dunia hendaknya dipisahkan dari urusan agama. Hal yang demikian akan
menimbulkan apa yang disebut dengan split personality di mana seseorang bisa
berkepribadian ganda. Misal pada saat yang sama seorang yang rajin beribadah
juga bisa menjadi seorang koruptor.
Problem dalam Bidang Keilmuan
Masalah yang paling kritis dalam
bidang keilmuan adalah pada corak kepemikirannya yang pada kehidupan modern ini
adalah menganut faham positivisme dimana tolok ukur kebenaran yang rasional,
empiris, eksperimental, dan terukur lebih ditekankan. Dengan kata lain sesuatu
dikatakan benar apabila telah memenuhi criteria ini. Tentu apabila direnungkan
kembali hal ini tidak seluruhnya dapat digunakan untuk menguji kebenaran agama
yang kadang kala kita harus menerima kebenarannya dengan menggunakan keimanan
yang tidak begitu poluler di kalangan ilmuwan – ilmuwan karena keterbatasan
rasio manusia dalam memahaminya.
Perbedaan metodologi yang lain bahwa
dalam keilmuan dikenal istilah falsifikasi. Artinya setiap saat kebenaran yang
sudah diterima dapat gugur ketika ada penemuan baru yang lebih akurat. Sangat
jauh dan bertolak belakang dengan bidang keagamaan.Jika anda tidak salah lihat,
maka akan banyak anda temukan banyak ilmuwan yang telah menganut faham atheis
(tidak percaya adanya tuhan) akibat dari masalah – masalah dalam bidang
keilmuan yang telah tersebut di atas.
Pengaruh Modernisasi dalam Kehidupan Islam
Dalam
abad teknologi ultra moderen sekarang ini, manusia telah diruntuhkan
eksistensinya sampai ketingkat mesin akibat pengaruh morenisasi. Roh dan
kemuliaan manusia telah diremehkan begitu rendah. Manusia adalah mesin yang
dikendalikan oleh kepentingan financial untuk menuruti arus hidup yang
materialistis dan sekuler. Martabat manusia berangsur-angsur telah dihancurkan
dan kedudukannya benar-benar telah direndahkan. Modernisai adalah merupakan
gerakan yang telah dan sedang dilakukan oleh Negara-negara Barat Sekuler untuk
secara sadar atau tidak, akan menggiring kita pada kehancuran peradaban. Tak
sedikit dari orang-orang Islam yang secara perlahan-lahan menjadi lupa akan
tujuan hidupnya, yang semestinya untuk ibadah, berbalik menjadi malas ibadah
dan lupa akan Tuhan yang telah memberikannya kehidupan. Akibat pengaruh
modernisasi dan globalisasi banyak manusia khususnya umat Islam yang lupa bahwa
sesungguhnya ia diciptakan bukanlah sekedar ada, namun ada tujuan mulia yaitu
untuk beribadah kepada Allah SWT.
Kondisi
diatas meluaskan segala hal dalam aspek kehidupan manusia. Sehingga tidak
mengherankan ketika batas-batas moral, etika dan nilai-nilai tradisional juga
terlampaui. Modernisasi yang berladangkan diatas sosial kemasyarakatan ini juga
tidak bisa mengelak dari pergeseran negatif akibat modernisasi itu sendiri.
Peningkatan intensitas dan kapasitan kehidupan serta peradaban manusia dengan
berbagai turunannya itu juga meningkatan konstelasi sosial kemasyarakatan
baik pada level individu ataupun level kolektif. Moralitas, etika dan
nilai-nilai terkocok ulang menuju keseimbangan baru searah dengan laju
modernisasi. Pegerakan ini tentu saja mengguncang perspektif individu dan
kolektif dalam tatanan kemasyarakatan yang telaha ada selama ini.
Perubahan kepercayaan, pemikiran, kebudayaan, dan
peradaban merupakan prasyarat bagi perubahan ekonomi, politik, dan sebagainya.
Itulah sebabnya, ketika masyarakat modern tak dapat mengakomodasikan apa yang
tersedia di lingkungannya, mereka memilih alternatif atau model dari negara
imperialis yang menjadi pusat-pusat kekuatan dunia. Secara politis, mereka
berlindung pada negara-negara tersebut. Terbukalah kemungkinan konfrontasi
antara kekuatan eksternal dengan kekuatan internal (kekuatan Islam) bila Islam
hendak ditampilkan sebagai kekuatan nyata. Morernisasi bagi umat Islam tidak
perlu diributkan, diterima ataupun ditolak, namun yang paling penting dari
semua adalah seberapa besar peran Islam dalam menata umat manusia menuju tatanan dunia baru yang lebih maju dan
beradab. Bagi kita semua, ada atau tidaknya istilah modernisasi dan globalisasi
tidak menjadi masalah, yang penting ajaran Islam sudah benar-benar diterima
secara global, secara mendunia oleh segenap umat manusia, diterapkan dalam
kehidupan masing-masing pribadi, dalam berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Sebagai
umat Islam hendaknya nilai modern jangan
kita ukur dari modernnya pakaiannya, perhiasan dan penampilan. Namun
modern bagi umat Islam adalah modern dari segi pemikiran, tingkah laku,
pergaulan, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial budaya, politik dan
keamanan yang dijiwai akhlakul karimah, dan disertai terwujudnya masyarakat
yang adil, makmur, sejahtera dalam naungan ridha Allah SWT.
E. Peran Iman dan Takwa dalam Menjawab Problema
dan Tantangan Kehidupan Modern
Pengaruh
iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan beberapa
pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia:
a. Iman melenyapkan kepercayaan
pada kekuasaan benda
Orang yang beriman hanya
percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah hendak memberikan
pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat mencegahnya.
Sebaliknya,jika Allah hendak menimpakan bencana, maka tidak ada satu
kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan
demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang memegang
kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-benda keramat,
mengikis kepercayaan pada khufarat, takhyul, jampi-jampi dan sebagainya.
Pegangan orang yang beriman adalah firman Allah surat Al Fatihah ayat 1-7
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ ﴿١﴾ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ ﴿٢﴾ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ ﴿٣﴾ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ﴿٤﴾
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ﴿٥﴾ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
﴿٦﴾ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ
وَلَا الضَّالِّينَ ﴿٧﴾
Artinya:
Dengan nama Allah yang maha pemurah lagi maha mengasihani.
Segala puji-pujian bagi Allah tuhan seru sekelian alam. Yang maha pemurah lagi maha pengasih. Yang berkuasa pada hari pembalasan. Hanya Engkau sahaja wahai tuhan yang kami sembah dan hanya Engkau sahajalah tempat kami meminta pertolongan. Tunjukanlah kami jalan yang lurus. Iaitu jalan orang-orang terdahulu yang telah Engkau berikan nikmat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.
b. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
Takut
menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak diantara manusia
yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karena takut menghadapi resiko. Orang
yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di tangan Allah. Pegangan orang
beriman mengenai soal hidup dan mati adalah firman Allah:
Surat An-Nisa' Ayat 74
۞ فَلْيُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ الَّذِينَ يَشْرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالْآخِرَةِ ۚ وَمَنْ
يُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيُقْتَلْ أَوْ يَغْلِبْ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan
kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan
Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan
kepadanya pahala yang besar
c. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan
Rezeki
memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang melepaskan
pendirian bahkan tidak segan-segan melepaskan prinsip,menjual
kehormatan,bermuka dua,menjilat dan memperbudak diri karena kepentingan materi.
Pegangan orang beriman dalam hal ini adalah firman Allah: Surat Hud Ayat 6
۞ وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي
الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا
وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).
d. Iman
memberikan kententraman jiwa
Acapkali
manusia dilanda resah dan duka cita, serta digoncang oleh keraguan dan
kebimbangan. Orang yang beriman mempunyai keseimbangan , hatinya
tentram(mutmainah), dan jiwanya tenang(sakinah), seperti dijelaskan firman
Allah: Surat Ar-Ra’d Ayat 28
الَّذِينَ آمَنُوا
وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ
الْقُلُوبُ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.
e. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan
tayyibah)
Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan orang
yang selalu melakukan kebaikan dan mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini
dijelaskan dalam firman Allah : Surat An-Nahl Ayat 97
مَنْ عَمِلَ
صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً
طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
f.
Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
Iman memberi
pengaruh pada seseorang untuk selalu berbuat ikhlas, tanpa pamrih , kecuali
keridaan Allah. Orang yang beriman senantiasa konsekuen dengan apa yang telah
diikrarkannya, baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya. Ia senantiasa
berfirman pada firman Allah:
Surat Al-An'am Ayat 162
قُلْ إِنَّ
صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
g. Iman memberikan keberuntungan
Orang yang
beriman selalu berjalan pada arah yang benar karena Allah membimbing dan mengarahkan
pada tujuan hidup yang hakiki. Dengan demikian orang yang beriman adalah orang
yang beruntung dalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
Surat Al-Baqarah Ayat 5
أُولَٰئِكَ عَلَىٰ
هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah
orang-orang yang beruntung.
h. Iman mencegah
penyakit
Ahlak,
tingkah laku, perbuatan fisik seorang mukmin, atau fungsi biologis tubuh
manusia mukmin dipengaruhi oleh iman.
Jika
seseorang jauh dari prinsip-prinsip iman, tidak mengacuhkan azas moral dan
ahlak, merobek-robek nilai kemanusiaan dalam setiap perbuatannya, tidak pernah
ingat kepada Allah, maka orang yang seperti ini hidupnya akan dikuasai oleh
kepanikan dan ketakutan.
Hal itu akan
menyebabkan tingginya hormon adrenalin dan persenyawaan kimia lainnya.
Selanjutnya akan menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap biologi tubuh serta
lapisan otak bagian atas. Hilangnya keseimbangan hormon dan kimiawi akan
mengakibatkan terganggunya kelancaran proses metabolisme zat dalam tubuh
manusia. Pada waktu itulah timbullah gejala penyakit, rasa sedih, dan
ketegangan psikologis, serta hidupnya selalu dibayangi oleh kematian.
Demikianlah
pengaruh dan manfaat iman pada kehidupan manusia, ia bukan hanya sekedar
kepercayaan yang berada dalam hati, tetapi menjadi kekuatan yang mendorong dan
membentuk sikap perilaku hidup. Apabila suatu masyarakat terdiri dari
orang-orang yang beriman, maka akan terbentuk masyarakat yang aman, tentram,
damai, dan sejahtera
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Iman menurut
bahasa adalah percaya atau yakin, keimanan berarti kepercayaan atau keyakinan.
Dengan demikian, rukun iman adalah dasar, inti, atau pokok – pokok kepercayaan
yang harus diyakini oleh setiap pemeluk agama Islam.
Kata iman
juga berasal dari kata kerja amina-yu’manu – amanan yang berarti percaya. Oleh
karena itu iman berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati.
Taqwa
berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang berarti takut, menjaga, memelihara
dan melindungi.Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka taqwa dapat
diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran
agama Islam secara utuh dan konsisten ( istiqomah ).
Mantapnya
pemahaman agama dan adat budaya (tamaddun) dalam perilaku seharian jadi landasan dasar kaderisasi re-generasi. Usaha kearah pemantapan
metodologi pengembangan melalui program pendidikan dan pelatihan, pembinaan
keluarga, institusi serta lingkungan mesti sejalin dan sejalan dengan
pemantapan Akidah Agama pada generasi mendatang. Political action
berkenaan pengamalan ajaran Agama menjadi sumber kekuatan besar menopang proses
pembangunan melalui integrasi aktif,
dimana umat berperan sebagai subjek dalam pembangunan bangsa itu sendiri.
Pemberdayaan
lembaga adat, agama, perguruan tinggi, untuk meraih keberhasilan, mesti sejalan
dengan kelompok umara’ yang adil
(kena pada tempatnya). Pertemuan
pendapat ilmuan dan para pengamat melalui dialog, penekanan amanah kepada
pemegang kendali ekonomi, menyatukan gerak masyarakat disertai do’a (harapan)
sebagai perpaduan usaha, menjadi pekerjaan mendesak meniti pengembangan
pembangunan (development). Peran da’i
ilaa Allah aktif menyokong mempertahankan nilai-nilai ruhaniyah sebagai
modal dalam menghasilkan yang belum dimiliki. Generasi pelopor (inovator)
pembangunan harus dipersiapkan supaya tidak lahir generasi pengguna (konsumptif) yang tidak produktif, yang
merupakan benalu bagi bangsa dan negara.
Melibatkan generasi muda secara
aktif menguatkan jalinan hubungan timbal balik antara masyarakat serumpun di
desa dalam tata kehidupan sehari-hari. Aktifitas ini mendorong lahirnya generasi
penyumbang yang bertanggung jawab, di samping antisipasi lahirnya generasi
lemah.
Daftar Pustaka
Abdiansyah, Septian. 2010. Keimanan
dan Ketaqwaan.
Abr26. 2011. Pengertian
iman dan taqwa.
Nainayn Nurmala, 2012. Implementasi
iman dan taqwa.
Punya
papinka. 2011. Implementasi iman dan takwa.
Tafany, 2009. Iman dan taqwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar